The Lonely Shepherd - Gheorghe Zamfir Mp3

Minggu, 29 Mei 2011

Ilmui Lebih Utama Daripada Ibadah


Share Subscribe

Saya diingatkan oleh sebuah hadist yang bunyinya, kurang lebih, begini: “2 rakaat shalat orang alim adalah lebih baik daripada 1000 rakaat orang bodoh”.


Hadist ini saya perkuat dengan hadist lain: “tidur seorang alim lebih baik daripada ahli ibadah seorang jahil”. Jadi, sekiranya pada tengah malam seorang alim terlelap tidur, sementara orang jahil bangun melakukan shalat, maka tidurnya orang alim itu lebih baik daripada ibadahnya orang yang tidak berilmu.

Mungkin ada yang berfikir, “tidak adil rasanya keistimewaan yang diberikan kepada orang alim, sampai-sampai tidurnya saja menandingi ibadahnya orang jahil”. Ada orang yang mempersoalkan, menggugat hadist ini; terutama orang-orang jahil. Malah, kalau sempat, mereka ingin membuka-buka, mencari keterangan bahwa hadist Nabi di atas adalah dha’if, supaya mereka puas dalam ketidaktahuannya. Imam Ali pernah berkata, “ada kelompok orang yang membuat punggungku patah. Pertama, orang bodoh yang puas dengan kebodohannya; dan yang kedua orang yang alim yang tidak mengamalkan ilmunya”.

Dengan demikian, sebetulnya orang-orang berilmu juga akan menghadapi siksaan yang lebih besar daripada orang bodoh. Ketika seorang alim berbuat dosa, maka dosanya dilipatgandakan. Sebab, seorang jahil berbuat dosa karena ketidaktahuannya; sedangkan orang alim berbuat dosa karena ketahuannya. Dalam sebuah ayat Al-Quran disebutkan, Allah mengampuni orang-orang bodoh yang karena kebodohannya. Orang berilmu juga menggugat keterangan yang menyebutkan bahwa siksaan orang pintar ketika ia berbuat dosa dilipatgandakan, sementara orang-orang jahil tidak. Disitulah letak keadilan Ilahi.

Kita harus memahami hadist di atas untuk menunjukkan betapa berharganya ilmu; bahkan, usaha untuk mencari ilmu jauh lebih dihargai daripada berdzikir. Jika dibandingkan dengan berdzikir, mencari ilmu itu lebih utama. Rasulullah pernah masuk ke sebuah majelis. Di majelis itu tampak ada 2 kelompok; yang pertama sedang berdzikir dan yang kedua sedang mempelajari ilmu. Rasulullah Saw bersabda, “kelompok pertama adalah kelompok yang baik. Mudah-mudahan Allah mengampuni mereka. Sedangkan kelompok kedua sedang mempelajari ilmu, mudah-mudahan Allah membimbing mereka ke jalan yang lurus”.

Maksud Rasulullah barangkali merujuk ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa salah satu tugas dibangkitkannya beliau sebagai rasul ialah mengajarkan ilmu: Huwa al-ladzi ba’atsa fi al-ummiyyin rasulan yatlu ayatih. Dialah yang telah mengutus dikalangan orang-orang ummi seorang rasul untuk membacakan ayat-ayat-Nya (QS Al-Jumu’ah [62]:2). Rasulullah Saw bersabda, “Innama buitstu mu’alliman. Sesungguhnya aku diutus sebagai seorang yang mengajarkan ilmu”. Beliau juga bersabda, “jika kamu bangun pagi hari dan membuka satu bab ilmu pengetahuan, itu lebih baik bagi kamu daripada ibadah semalam suntuk”. Jadi, orang shalat tahajjud, tidak tidur satu saatpun, pahalanya kalah besar dari orang yang mempelajari satu bab ilmu. Yang paling baik adalah orang yang banyak berdzikir, sekaligus banyak mempelajari ilmu.

Pada perkembangan mutakhir, ternyata banyak orang yang merasa nikmat dengan menghadiri mejelis dzikir daripada majelis ilmu. Inilah yang menyebapkan orang Islam ketinggalan dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dari bangsa-bangsa lain.

Syaikh Syaqib Arsalan menulis dalam bukunya: Limadza Taakhara Al-Muslimun wa Taqaddama Ghairahum? (Mengapa Umat Islam Terbelakang sedangkan Umat Non-Muslim maju?). salah satu di antara jawabannya adalah karena pernah, dalam perkembangan umat islam, kita lebih mengutamakan majelis dzikir daripada majelis ilmu. Sekarang tampaknya kita harus menggeser lagi perhatian seperti itu supaya kita bisa memerhatikan majelis ilmu, untuk menutupi kekurangan ibadah, bukan mengganti ibadah. Betapapun banyaknya ibadah-ibadah yang kita lakukan, masih banyak kekurangannya dibandingkan dengan anugerah Allah kepada kita. Untuk menutupi kekurangan itulah, kita menghadirkan majelis-majelis ilmu, membaca buku, mempelajari satu bab dari buku; bukan buku agama saja, tetapi juga berbagai buku ilmu pengetahuan.

Orang yang sering mengatakan bahwa Islam adalah agama egalitarian, agama yang menekankan persamaan. Meskipun demikian, dalam islam, ada yang harus dibedakan. Al-Quran menegaskan bahwa dalam hal itu kita harus “diskriminatif”. Dalam hal ilmu, kita tidak boleh memperlakukan sama. Kita tidak boleh membedakan orang karena kekayaannya, keturunannya, jabatannya atau asal-usulnya. Kita hanya membedakan orang dari ilmunya. Dalam hal ilmu, kita harus membedakan orang. Bahkan, Allah menegaskan beberapa kali: “Apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?” (QS Al-Zumar [39]:9). Pertanyaan dalam ayat itu adalah retoris; artinya, jawabannya sudah pasti, yaitu tidak sama.” Apakah sama orang-orang yang buta dengan orang yang melihat?” (QS Al-An’am [6]:50); Al-Ra;d [13]:16); “apakah sama kegelapan dan cahaya?” (Al-Ra’d [13]:16)

Berulang kali Al-Quran menyebutkan bahwa tidak sama antara kebodohan dan ilmu. Kemuliaan dalam Islam terletak dalam ilmu. Karena itulah, Islam menunjukkan keutamaan majelis ilmu dibandingkan majelis dzikir.

(Oleh : Jalaluddin Rakhmat)
Share

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...